Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perlukah Melarang Pemain Liga Inggris Bermain FPL?

Penulis : Reva Bagja Andriana

Lebih dari 7 juta orang di berbagai belahan dunia memainkan Fantasy Premier League atau biasa disebut FPL. Permainan daring tersebut menempatkan para user sebagai manajer yang berhak menentukan 11 pemain andalan, dibekali dengan sejumlah uang untuk melakukan transfer pemain.

Permainan tersebut sangat menantang untuk para pecinta sepak bola. Terlebih lagi, mereka harus menganalisis pemain yang diprediksi akan mendulang poin banyak setiap pertandingannya. Layaknya manajer beneran, masing-masing dituntut untuk mengotak-atik susunan pemain setiap pekannya.

Meski hanya sebuah permainan dan tampak menyenangkan, belakangan ini FPL tengah disorot terkait peristiwa yang menimpa Aston Villa. Berita mengenai cederanya Jack Grealish—yang sepertinya coba disembunyikan oleh klub—tersebar ke publik gara-gara permainan tersebut. 

Berita mengenai cederanya Jack Grealish
Berita mengenai cederanya Jack Grealish

Berawal dari sebuah akun twitter yang menginformasikan aktivitas para pemain Liga Inggris dalam melakukan transfer di FPL. Saat itu, Neil Taylor, Matt Targett, Conor Hourihane, beserta 2 staf dari The Villa menjual atau mengeluarkan Grealish dari susunan pemain untuk melawan Leicester City. 

Sontak, informasi cedera tersebut menyebar luas di kalangan para pemain FPL pun di media sosial. Entah kabar absennya Grealish terdengar atau tidak oleh lawan, klub asuhan Dean Smith tersebut akhirnya menelan kekalahan 2-1 di kandang sendiri.

Perlukah Larangan Bermain FPL?

Kejadian yang menimpa Aston Villa menjadi salah satu pertanda bahwa belum ada aturan khusus bagi para pemain Liga Inggris dalam bermain FPL. Jika merujuk pada aturan yang tertera pada laman resmi FPL, hanya ada aturan khusus mengenai para pemain Liga Inggris terkait hadiah. 

Aturan tersebut melarang para pemain, staf, ataupun keluarga yang tergabung dalam Football Association Premier League Limited untuk memenangkan hadiah. Jika mereka memenangkannya pada liga yang diikuti, maka hadiah akan diberikan kepada peringkat setelahnya. 

Tentunya tidak cukup jika hanya mengatur pemberian hadiah dalam bermain FPL. Pelarangan untuk bermain FPL bagi pemain dan kolega bisa menjadi salah satu opsi bagi para manajer.

“Atau, jangan memainkan [FPL] itu. Ada solusi yang lebih sederhana. Menurut saya, jangan memainkannya atau pastikan nama anda [para pemain] tidak ada dalam nama pengguna,” ujar Smith, dikutip dari Birmingham Mail.

Beralasan memang jika melarang para pemain untuk menjadi peserta dalam FPL. Mereka tentunya memiliki keuntungan tersendiri ketika menentukan pilihan pemain setiap pekannya. 

Jika ada pemain dalam tim sendiri yang mengalami cedera ataupun berpotensi tidak dimainkan, para pemain Liga Inggris bisa dengan cepat mengubah susunan pemain mereka. Meski pada akhirnya tidak mendapatkan hadiah, hal itu juga kurang begitu baik bagi sisi fairness kompetisi di dalam FPL itu sendiri.  

Selain itu, gerak-gerik transfer di FPL dapat terdeteksi, tak terkecuali dengan para pemain Liga Inggris sebagai user FPL. Transfer yang mereka lakukan—apalagi transfer rekan tim sendiri—bisa menjadi sinyal kuat tentang kondisi tim sebetulnya. 

Tak ayal, informasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh lawan di dalam pertandingan ‘sesungguhnya’. Sehingga, para pemain ataupun staf memiliki tanggung jawab lebih ketika mereka akan menentukan susunan pemain dalam FPL, terlebih bagi klub mereka sendiri. 

“Tapi, saya mengingatkan semua yang ada di klub ini akan tanggung jawab mereka ketika menjadi anggota ataupun staf dari klub Aston Villa dan tentunya sebuah klub yang elit,” ungkap Smith, merespon dari bocornya informasi cedera Grealish. 

Berat memang jika pada akhirnya para pemain Liga Inggris harus dilarang bermain FPL demi kepentingan klub yang dibela. Mereka juga manusia, perlu setidaknya ber-‘fantasy’ untuk melepas penat dari hiruk-pikuk sepak bola.

Tidak terkecuali juga dengan Patrick Bamfod. Pemain berusia 27 tahun itu kini juga tengah menggemari bermain FPL. Bahkan, punggawa Leeds United itu sempat dibuat kesal oleh FPL. 

Saat menjamu Leicester City (31/1), Bamford mampu menorehkan satu gol serta dua assist. Namun disaat bersamaan, dirinya malah mencopot ban ‘kapten’ di FPL yang berpotensi memberikan poin lebih banyak.

Memang bermain FPL bisa sangat menyenangkan, terutama bagi para pemain sepak bola. Namun mereka harus tetap ingat terhadap dunia sepak bola sesungguhnya, apalagi terhadap klub yang secara profesional mengontrak mereka. Jika tidak hati-hati, bukan tidak mungkin kejadian seperti yang menimpa Aston Villa akan terulang kembali. 

Post a Comment for "Perlukah Melarang Pemain Liga Inggris Bermain FPL?"